Dijelaskan Danramil 10 Sirampog, Kapten Infanteri Siswanto melalui Sertu Saepul Kohar, korban berinisial AKR sedangkan pelakunya adalah tetangganya yang berinisial W (71), seorang petani.
“Mendapatkan laporan dari warga, bersama Bhabinkamtibmas setempat, pelaku langsung kita amankan ke kantor desa agar tidak di massa warga,” ujarnya, Kamis pagi (24/6/2021).
Lanjutnya, dari keterangan saksi mata kejadian, Dakiroh (52), tetangga korban dan pelaku, dirinya merasa curiga karena melihat korban keluar dari rumah anak pelaku sambil membawa gulungan pakaiannya.
“Kejadian mencurigakan di rumah anak pelaku itu dilihat saksi mata sekitar pukul 14.30 WIB. Rumah itu dalam keadaan kosong,” bebernya.
Dirinya bersama Bripka Faizal, Bhabinkamtibmas Desa Plompong, berusaha menenangkan warga dan membubarkan mereka agar tidak berkerumun di halaman rumah pelaku.
Di kantor desa inilah kakek itu mengakui perbuatannya, yaitu telah mencabuli AKR sebanyak 2 kali di tempat yang sama yaitu di rumah anaknya saat sedang kosong, namun di hari dan waktu yang berbeda.
Untuk aksi pencabulan yang pertama, pelaku menyatakan tidak ingat waktunya, namun dirinya mengaku memberikan uang jajan sebesar Rp. 5 ribu. Sedangkan untuk aksi yang kedua ini, pelaku memberikan imbalan sebesar Rp. 10 ribu.
“Modus pelaku melakukan pencabulan adalah kebutuhan biologis karena sudah lama menduda sebab ditinggal Almarhumah istrinya,” tandasnya.
Babinsa menambahkan, penting bagi para orang tua untuk memberikan pendidikan seks kepada para anaknya, terutama jika mereka menginjak remaja, karena itu bukan hal yang tabu lagi sehingga mereka terhindar dari pergaulan seks bebas yang dapat menghancurkan masa depannya, termasuk kasus tersebut di atas.
Sementara dari pengakuan korban (AKR), dirinya telah dicabuli W sebanyak 3 kali. Saat ditanya, korban juga merasa kesakitan di bagian vaginanya, sehingga segera dibawa ke RSUD Bumiayu untuk dilakukan visum sebagai bukti laporan kepada pihak kepolisian.
Ibu kandung korban menuntut kejadian yang mencemarkan nama baik keluarganya itu diselesaikan melalui jalur hukum, walaupun pelaku meminta maaf atas kekhilafannya.
Atas perbuatannya itu, pelaku dimungkinkan terjerat pasal 82 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016, tentang perlindungan anak, dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Red/Sholeh