Sibolga, Jendelaindo - Keributan terjadi di pintu masuk Pasar Sibolga Nauli, humas pengelola pembangunan sebut wartawan tidak ada hak masuk kedalam.
Sejumlah wartawan yang ingin melakukan liputan ke lokasi pasar tersebut justru dilarang masuk oleh beberapa pria berseragam petugas penjagaan, Senin (19/7/2021).
Pria bernama Eneck menyarankan agar wartawan yang hendak meliput bersabar dan menunggu kedatangan humas mereka bernama Edward Lumbangaol untuk mendapatkan izin masuk ke lokasi.
Menurut dia, setiap orang yang ingin masuk ke lokasi pasar harus ada izin dari dia (Edward).
Tak berselang lama, orang bernama Edward Lumbangaol pun datang dan melarang wartawan masuk ke lokasi pasar.
Dia pun menunjuk tulisan yang ditempelkan dengan pasal 551 KUHP di pintu masuk Pasar Sibolga Nauli tersebut.
“Gak boleh masuk, itu ada tulisannya. Dilarang masuk, termasuk wartawan tak boleh. Kalau tidak izin saya, tak boleh masuk. Tak boleh, titik, udah,” kata Edward dengan nada tinggi.
Adu mulut pun terjadi. Ditanya apa alasannya? Edward malah balik bertanya apa urusan kalian datang ke sini? Edward bahkan menghardik dan menghina profesi wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya.
“Saya gak peduli kau dari mana. No comment, titik. Jadi kalau wartawan bisa semaumu? Gak boleh, titik,” katanya lagi.
Tak sampai di situ, Edward juga mendorong tubuh wartawan yang sedang melakukan konfirmasi tersebut.
“Wartawan taik kau! Gak boleh masuk, pasal 551, paham kau!, kandang kambing pun kalau dibikin dilarang masuk, gak boleh masuk,” hardik Edward.
Dalam perdebatan itu, Edward juga mempertanyakan legalitas wartawan yang datang ke lokasi pasar. Bahkan, dia juga menyebut wartawan yang datang itu adalah wartawan abal-abal.
“Saya tanggung jawab, ujung-ujungnya duitnya kau! Gak usah banyak cerita. Nah, sana. Kaulah ngadu, ke Polda langsung ngadu. Gak ada urusan! Ujung-ujungnya duitnya kalian. Saya generalisir, paham. Saya sudah dimintai duit terus,” katanya.
Thomson Pasaribu, wartawan yang terlibat dalam insiden tersebut mengaku sangat menyesalkan perilaku dan pernyataan Edward Lumbangaol, yaitu oknum yang mengaku sebagai humas proyek pembangunan pasar tersebut.
Sebagai humas, seharusnya Edward terbuka saja memberikan informasi, tak perlu bertindak emosional. Apalagi sampai melecehkan profesi wartawan.
“Waktu saya pertanyakan apakah kami pernah menerima uang dari dia. Ternyata dia gak bisa jawab. Anehnya, ketika saya mencoba meredam emosinya, Edward malah menampar tangan saya, sehingga rekan saya hampir saja terpancing emosinya,” kata Thomson.
Beruntung, mereka bisa mengontrol emosi saat itu. Seharusnya sebagai humas, oknum tersebut bisa memberikan jawaban konfirmasi dengan tutur kata yang baik.
“Kalau pun ada oknum kawan-kawan, ya itu urusan dia. Jangan disamaratakan. Apalagi menghina profesi wartawan yang dilindungi undang-undang,” ucapnya.
Thomson menyebut, ada tiga hal yang dilanggar, yakni UU nomor 14/2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU nomor 25/2009, tentang Pelayanan Publik, dan UU nomor 40/1999 tentang Pers.
“Kita berharap, pembangunan pasar ini berjalan baik dan lancar tanpa mengabaikan pengawasan dari masyarakat. Diminta kepada pihak rekanan terbuka dalam memberikan informasi. Tak perlu takut sama wartawan. Dan kalau ada yang minta-minta ngaku memberikan pengamanan mengatasnamakan wartawan, tak perlu direspon,” ujarnya.
Asrul Sikumbang, Kabiro Warta Poldasu yang ikut terlibat dalam insiden tersebut juga mengaku sangat menyesalkan insiden tersebut.
“Wartawan adalah pilar keempat Negara. Wartawan bekerja dilindungi undang-undang dan punya hak untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh program pembangunan pemerintah di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (Red-Firdaus)