Jakarta, Jendelaindo - Menjalankan amanat yang tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomot 5/BC/2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pemantauan Perkembangan Harga Transaksi Pasar Produk Hasil Tembakau, Bea Cukai di berbagai daerah secara serentak melaksanakan kegiatan monitoring harga transaksi pasar (HTP) terhadap produk hasil tembakau Maret 2022 ini.
Kasubdit Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana menjelaskan bahwa sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris, HTP adalah besaran harga transaksi penjualan yang terjadi pada tingkat konsumen akhir. Sementara Harga Jual Eceran (HJE) adalah harga yang ditetapkansebagai dasar penghitungan besarnya cukai.
“Jadi monitoring HTP adalah kegiatan yang dilakukan setiap triwulan untuk membandingkan HTP dengan HJE yang tercantum dalam pita cukai hasil tembakau, dengan tujuan untuk memastikan HTP sesuai dengan batasan HJE yang tercantum pada pita cukai,” terang Hatta.
Di Sumatra, dari wilayah Bengkulu hingga Aceh, beberapa kantor Bea Cukai melakukan kegiatan monitoring HTP di masing-masing wilayah. Monitoring dilakukan antara lain oleh Bea Cukai Bengkulu, Bea Cukai Jambi, Bea Cukai Bengkalis, dan Bea Cukai Langsa. “Lokasi monitoring sudah ditentukan sampai detail kecamatan, tujuan Bea Cukai Langsa kali ini ke beberapa kecamatan di wilayah Kab. Aceh Timur dan Kab. Aceh Tenggara. Sementara Bea Cukai Jambi ke beberapa kecamatan di Kota Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Merangin, dan Kabupaten Kerinci,” ungkap Hatta.
Kegiatan serupa juga dilakukan beberapa Kantor Bea Cukai di wilayah Jateng dan DIY. Pada 7-16 Maret 2022, Bea Cukai Semarang melakukan kegiatan monitoring HTP ke beberapa kecamatan di wilayahnya, seperti Kecamatan Banyubiru, Kedungjati, Brati, Pageruyung, Gemuh, Boja dan Kecamatan Semarang Barat. Sementara pada 7-10 Maret 2022 Bea Cukai Jogja (Bejo) melakukan kegiatan serupa ke wilayah Kabupaten Gunung Kidul, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul.
“Jawa Timur sebagai salah satu penghasil cukai terbesar di Indonesia tentu tidak luput dari kegiatan ini. Di Pasuruan, kami melakukan monitoring ke Kecamatan Gempol, Tutur, Lekok dan Kecamatan Purworejo. Sementara di Gresik kami lakukan pengawasan di Kecamatan Sarirejo, Ngimbang, Deket dan Kecamatan Laren. Pemantauan kami lakukan dengan mendata harga transaksi jual beli produk hasil tembakau baik pada toko grosir maupun toko eceran,” tutur Hatta.
Hatta menambahkan bahwa data yang diperoleh dari kegiatan ini akan digunakan sebagai bahan analisis dan acuan pertimbangan untuk menentukan kebiijakan cukai. Selain itu, Hatta mengatakan bahwa pihaknya juga memanfaatkan momen ini untuk melakukan sosialisasi berbagai ketentuan cukai dan meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan para pedagang dari peredaran rokok ilegal.
“Kegiatan ini serentak kami lakukan di seluruh wilayah di Indonesia, baik di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Seperti Bea Cukai Bekasi, Bea Cukai Tarakan, Bea Cukai Tual, Bea Cukai Makassar, Bea Cukai Timika, dan Bea Cukai Jayapura,” ujar Hatta.
Harapannya melalui monitoring HTP ini dapat menjadi dasar pemerintah dalam menentukan kebijakan di bidang cukai. Selain itu juga untuk menciptakan persaingan dagang yang sehat serta kestabilan harga produk hasil tembakau yang beredar masyarakat. “Kami tegaskan kembali, bahwa masyarakat harus lebih memahami ciri-ciri dan bahaya rokok ilegal, sehingga peredarannya dapat kita hentikan bersama,” tegas Hatta.
Laporan : Eko
Editor : Arief Ferdianto