Jakarta, Jendelaindo - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil merealisasikan penyelamatan potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp26,16 triliun. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam agenda laporan pencapaian kinerja semester satu pada Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK di Gedung Merah Putih, Kamis (11/8).
Dalam paparannya, Nawawi menjelaskan dari total tersebut sebesar Rp3,17 tiliun merupakan optimalisasi pendapatan daerah. Sementara untuk penyelamatan atau penertiban aset pemerintah totalnya mencapai Rp22,98 triliun (15.806 aset).
“Koordinasi ini mencakup penetapan sistem pelaporan, permintaan informasi, kegiatan dengar pendapat, serta permintaan laporan pencegahan terhadap instansi yang berwenang mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Nawawi.
Untuk mengoptimalisasi pendampingan, Deputi Bidang Korsup dipecah menjadi lima wilayah. Harapannya, lanjut Nawawi, setiap wilayah di Indonesia bisa terjangkau dan mendapatkan pelayanan yang sama dalam mengkoordinasikan seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas pendidikan, pencegahan, maupun penindakan.
Selain memiliki fokus pada pendampingan pemerintah dalam menyelamatkan keuangan negara dan keuangan daerah, Deputi Bidang Korsup juga memiliki pelbagai program lainnya. Diantaranya adalah penyelamatan danau prioritas nasional, perbaikan tata kelola sektor pertambangan, dan supervisi perkara.
Penyelamatan Danau Prioritas Nasional
Sejalan dengan Perpres No. 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional, KPK langsung bergerak dalam membuat program tematik mengidentifikasi terjadinya potensi kekayaan negara berupa situ, danau, embung, dan waduk (SDEW) yang dikuasai atau dimanfaatkan oleh pihak ketiga.
Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Didik Agung Widjanarko menjelaskan identifikasi masalah diperlukan untuk mengendalikan kerusakan, menjaga, memulihkan, dan mengembalikan kondisi dan fungsi badan air danau. Juga untuk memperbaiki daerah tangkapan air dan sempadan danau sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dan berkesinambungan.
Hingga semester satu tahun 2022, KPK bersama para stakeholder tekait telah melakukan identifikasi masalah di tiga danau prioritas. Pertama, di Danau Singkarak, Sumatera Barat, KPK mencatat terdapat 490 pelanggaran dimana 398 pelanggaran terjadi di Kabupaten Tanah Datar dan 122 pelanggaran terjadi di Kabupaten Solok.
“Hasil pengecekan lapangan memperlihatkan aktivitas pembangunan dan reklamasi di wilayah Danau Singkarak sebagai kekayaan negara oleh pihak-pihak tertentu yang telah berlangsung selama bertahun-tahun,” kata Didik.
Jika dipetakan, pelanggaran yang sering ditemukan ialah para oknum mengubah bentuk bibir danau, melakukan reklamasi, minumbun perairan, dan mendirikan bangunan di atasnya. Oleh karenanya, KPK memberikan empat rekomendasi yakni menghentikan pembangunan tidak berizin, menerbitkan SK sanksi administratif, meminta pelaku pelanggaran melakukan pemulihan fungsi ruang, dan melakukan penertiban kegiatan yang tidak memiliki izin di badan maupun sempadan danau.
Kedua, di Danau Limboto, Gorontalo, Sulawesi Utara, masalah yang ditemukan ialah terjadinya pendangkalan karena sidementasi sehingga daya tampun air menjadi berkurang. Tak hanya itu, bagian sempadan juga menjadi lahan pertanian oleh masyarakat setempat.
“74 tahun yang lalu Danau Limboto memiliki luas delapan ribu hektare. Kini hanya sisa 3.3 ribu hektare dan kedalamannya 2,5 meter,” ujar Didik.
Melihat buruknya situasi tersebut, KPK hadir untuk memfasilitasi percepatan proses revitalisasi danau dengan menggandeng stakeholder seperti Kejaksaan Tinggi dengan produk Legal Opinion dan Kementerian ATR/BPN dalam rangka percepatan penentuan legalisasi atas pembebasan lahan. Juga menggandeng Pemda dalam percepatan penyusunan RTRW dan RDTR.
Ketiga, danau yang sudah diidentifikasi masalahnya ialah Danau Tondano, Sulawesi Utara. Tondano yang memiliki luas 4.719 Ha memiliki persoalan adanya pemanfaatan lahan oleh oknum yang merasa memiliki hak atas lahan tersebut.
Kasus yang ditemukan ialah oknum tersebut membuat bangunan tak berizin dan keramba ikan apung. Hal ini tentu merugikan keuangan daerah karena hingga saat ini aktivitas tersebut tidak memberikan pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta tidak memiliki surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Oleh sebab itu, KPK merasa kegiatan ini harus segera ditertibkan agar aktivitas di Danau Tondano yang merupakan aset negara bisa bermanfaat bagi masyarakat luas. KPK melihat revitalisasi Danau Tondano perlu dilakukan dengan cepat karena selain merugikan negara, langkah ini juga sebagai upaya pemulihan dan penyelamatan lingkungan.
Perbaikan Tata Kelola Pertambangan
Selain mengurus revitalisasi danau, KPK juga turut melakukan pendampingan pada sektor pertambangan. KPK melakukan serangkaian rapat koordinasi dan monitoring atas pengelolaan pertambangan di beberapa daerah yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Bali.
Hingga Juni 2022, sejumlah data dan informasi telah berhasil dikumpulkan dari pelbagai pihak yang terkait pelaku usaha sektor pertambangan, status penggunaan kawasan, piutang pajak/PNBP/Pajak daerah, dan ketidakpatuhan pelaku usaha dalam melaksanakan kewajibannya.
Hasilnya, KPK kembali bisa menyelamatkan keuangan daerah dan negara para sektor ini. Catatannya ialah penagihan kewajiban pelaku usaha pertambangan MBLB di Provinsi Papua Barat sebesar Rp20 miliar (Rp10 Miliar sudah dibayarkan). Penagihan kewajiban pelaku usaha industri pengolahan mineral di Maluku Utara sebesar Rp66,8 Miliar.
Penagihan kewajiban pelaku usaha pertambangan MBLB di Bali sebesar Rp2 Miliar dan di Nusa Tenggara Barat Sebesar Rp46 Miliar (Rp1,3 Miliar sudah dibayarkan). Fasilitasi dan Koordinasi bagi hasil keuntungan bersih PT Freeport untuk Pemda wilayah Papua sebesar Rp723 Miliar. Fasilitas dan Koordinasi bagi hasil keuntungan bersih PT AMMAN Nusa Tenggara untuk Pemda Wilayah Nusa Tengara Barat yang diperkirakan lebih dari Rp 100 Miliar (sedang dalam proses).
Supervisi Perkara
Hingga pertengahan tahun 2022 KPK menetapkan 25 perkara tindak pidana korupsi untuk dilakukan supervisi yang terdiri dari 34 berkas perkara. Di samping itu Korsup juga masih menangani 57 perkara carry over tahun 2021 yang terdiri dari 150 berkas perkara. Sehingga total perkara supervisi yang ditangani Korsup pada semester I tahun 2022 adalah 82 perkara yang terdiri dari 184 berkas perkara.
Pada Semester I tahun 2022 sebanyak 22 perkara (93 berkas) mendapatkan kepastian hukum. Rinciannya, P21 dan Tahap II, 5 perkara (21 berkas), Putus PN, 14 perkara (65 berkas), SP 3, 2 perkara (3 berkas), Ambil Alih, 1 perkara (4berkas). Kemudian 3 perkara (6 berkas) masih dalam proses dan 57 perkara (85 berkas) masih belum ada perkembangan.
Di sisi lain, Didik menjelaskan, dalam pelaksanaan supervisi, KPK turut memfasilitasi perbantuan kepada aparat penegak hukum dalam penanganan perkara, seperti pencarian orang (DPO). Hingga akhir Juni 2022, KPK telah membantu pencarian sebanyak dua DPO pelaku tindak pidana korupsi.
Juru Bicara Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding berujar capaian ini ialah bukti nyata KPK dalam menyelamatkan kerugiaan keuangan daerah dan keuangan negara. Selain itu, KPK juga tidak kenal lelah dalam usaha penyelamatan aset milik pemerintah dengan maksimal.
KPK mengucapkan terima kasih kepada seluruh stakeholder terkait karena keberhasilan ini tidak lepas dari sinergi seluruh instansi yang terlibat. “Aset-aset ini akan dioptimalkan penggunannya mulai dengan revitalisasi, perawatan, hingga difungsikan demi kesejahteraan masyarakat luas,” tutup Ipi.Red/Kpk