Namun demikian, hingga pembukaan masa sidang pada 1 November lalu belum juga diagendakan. Menurut Rico, terus ditundanya pengesahan RUU itu akan menjadikan citra buruk bagi kelembagaan DPR. Terlebih, masyarakat Papua Barat sudah sangat menginginkan Daerah Otonomi Baru (DOB) tersebut terwujud.
"Masa sidang kan sudah dibuka tanggal 1 November, ada agenda Rapat Paripurna tanggal 8, kenapa tidak dilakukan? Kalau ditunda-tunda, jangan sampai kemudian memunculkan stigma negatif terhadap pimpinan dewan, bahwa ini seperti ada kepentingan pribadi pimpinan," tegasnya.
Lebih lanjut Rico memaparkan, jika unsur pimpinan tidak bisa menghadiri rapat paripurna secara langsung, seharusnya bisa dilakukan dengan cara zoom meeting seperti yang kerap dilakukan selama ini. "Itu pertanyaan yang disampaikan langsung oleh konstituante saya di dapil Papua Barat. Kan teknologi sudah maju dan bisa dimanfaat. Molornya pengesahan RUU Papua Barat Daya juga secara tidak langsung akan mengganggu tahapan Pemilu 2024," tukas Rico lagi.
Rico juga menjelaskan, Rapat Komisi II DPR dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP beberapa waktu lalu menyepakati masuknya 3 DOB (Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan) dan DOB Papua Barat Daya dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu 2024.
"Jangan ditunda tunda, akan mengganggu tahapan pemilu. Dalam rapat dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP telah disepakati bersama bahwa Perppu yang diterbitkan adalah untuk tiga DOB yang sudah diundangkan dan juga untuk DOB Papua Barat Daya yang tinggal tunggu pengesahannya," terang Rico.
Rico menegaskan Perppu Pemilu 2024 tidak boleh dipakai atau tidak boleh dikeluarkan apabila DOB Papua Barat Daya tidak masuk didalamnya. Karena itu menjadi kesepakatan dan kesimpulan rapat yang sudah ditandatangani bersama oleh Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, Ketua Komisi II DPR RI H Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dan Ketua DKPP RI, Muhammad pada Rabu (31/8).Red