Mengandalkan jualan di rumah, di sebuah kaveling di daerah Pisangan, Tangerang Selatan, setiap harinya tampak minimal lima ojek daring (dalam jaringan) atau online berjaket hijau daun memarkir kendaraan roda duanya di depan rumah Rupinah. Di sana, mereka dengan sabar menunggu orderan dibungkus, untuk bisa dikirim ke pemesannya.
Apa keistimewaan jualan Rupinah sehingga produk makanannya itu begitu digemari. Ya, Rupinah memiliki segmen khusus, karena dirinya berjualan produk makanan khas Yogyakarta, seperti Gudeg dan variannya. Beberapa konsumen pun merasakan gudeg yang benar-benar bercita rasa Yogyakarta.
“Sehari, saya bisa menerima permintaan pengiriman makanan berbasis online lebih dari 10 orderan. Lumayan, Alhamdulillah. Selain melayani permintaan online, saya juga menerima permintaan terutama dari tetangga,” ujarnya sembari tersenyum.
Fenomena pesan antar online kini sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat. Dengan adanya platform itu, masyarakat kini semakin dimudahkan dengan keberadaan jasa kurir daring tersebut. Cukup dengan menekan tombol-tombol gawai, segala kebutuhan bisa segera terpenuhi.
Bagi pelaku usaha, mereka juga tentunya sangat diuntungkan dengan keberadaan jasa antar jemput logistik berbasis online tersebut. Wajar saja, satu lembaga riset menyebutkan, kue bisnis pesan antar makanan berbasis digital di Kawasan Asean mencapai USD16,3 miliar tahun lalu.
Lembaga riset itu bernama Momentum Works, perusahaan modal ventura yang berkantor pusat di Singapura. Menurut laporan Momentum Works, nilai transaksi kotor (gross merchandise value/GMV) pemesanan makanan melalui platform digital (online) di Indonesia mencapai USD4,5 miliar pada 2022.
Transaksi tersebut berkontribusi 27,6 persen dan menjadi yang terbesar di antara 6 negara Asia Tenggara. Total transaksi makanan di platform digital di kawasan itu mencapai USD16,3 miliar di tahun lalu. Ada tiga pemain besar di platform pengiriman makanan di Indonesia, yakni Grab (GrabFood), Gojek (GoFood), dan Shopee (ShopeeFood).
Grab pun disebut menguasai pangsa pasar 49 persen, Gojek 44 persen, dan Shopee 7 persen. Pekerja yang bekerja ditransportasi online diperkirakan mencapai sekitar 4,6 juta orang.
Hanya saja, nilai transaksi makanan secara online di tanah air pada 2022 tersebut turun USD0,1 miliar atau 2,17 persen dibandingkan 2021 sempat mencapai USD4,6 miliar. Hal tersebut terjadi karena mulai kembalinya masyarakat ke aktivitas dan belanja offline, seiring meredanya Covid-19 dan perusahaan platform mulai berorientasi profit.
"Pada 2022, platform pengiriman makanan mengalami hambatan yang kuat terhadap pertumbuhan. Penyebabnya, pembukaan kembali aktivitas di Asia Tenggara setelah pandemi Covid-19," ungkap Momentum Works, dalam riset Food Delivery Platforms in Southeast Asia (SEA) January 2023, yang dikutip Kamis (19/1/2023).
Akibatnya, masih menurut lembaga itu, pertumbuhan GMV transaksi makanan secara online di kawasan Asia Tenggara pada 2022 pun hanya tumbuh 5 persen menjadi USD16,3 miliar dibandingkan setahun lalu (yoy) senilai USD15,5 miliar.
GMV tersebut mencakup transaksi di enam negara, yakni Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Selain Indonesia yang membukukan nilai transaksi makanan secara online sebesar USD4,5 miliar pada 2022, Thailand (USD3,6 miliar), Singapura (USD2,5 miliar), Filipina USD2,4 miliar, Malaysia USD2,2 miliar, dan Vietnam USD1,1 miliar.
"Seperti yang akan Anda lihat, pertumbuhan didorong oleh pasar Filipina, Malaysia, dan Vietnam yang relatif lebih kecil. Sedangkan pasar yang lebih besar, yakni Indonesia, Thailand, dan Singapura justru mencatat penurunan," ungkap Momentum Works.
Hal itu terjadi karena sebagian besar pemain utama platform pengiriman makanan mulai memprioritaskan profitabilitas pada 2022. Kondisinya sudah berbeda ketika beberapa platform disebut masih berusaha untuk tetap survive pada 2021 karena masih berusaha memberbesar pangsa pasar di tengah Covid-19 yang sedang ganas-ganasnya melanda dunia.
Kondisi 2022 disebutnya sudah berbeda dengan 2021. Pelonggaran pembatasan pemerintah di kawasan Asia Tenggara telah berpengaruh ke penurunan pemesanan makanan melalui platform digital dan permintaan makan mulai beralih di tempat/langsung ke restoran (dine-in).
Misalnya, pembukaan kembali aktivitas masyarakat di Singapura langsung mengubah permintaan layanan makanan menjadi offline. Sedangkan di Thailand terjadi penarikan subsidi pemerintah setelah Oktober tahun lalu, sehingga langsung menurunkan permintaan makanan melalui platform pada paruh kedua pada 2022.
"Malaysia, Filipina, dan Vietnam, tiga pasar yang lebih kecil, telah mencatat pertumbuhan yang signifikan karena para pemain, termasuk Grab dan ShopeeFood memperluas penetrasi," ungkap Momentum Works.
Dari gambaran di atas, bisnis layanan pesan antar berbasis digital masih cukup menjanjikan bagi Indonesia dan sejumlah negara di Kawasan Asean. Bagi pemerintah, tumbuhnya bisnis platform digital tentu sangat membantu pemerintah terutama penyediaan lapangan kerja.Red/Ind.Go.Id