Percepat Penurunan Stunting, Pemerintah Gulirkan Gerakan Penimbangan Bulanan Nasional Terintegrasi

Jakarta, Jendelaindo - Kualitas sumber daya manusia (SDM) akan terkendala jika tingkat stunting suatu negara masih tinggi. Menurut WHO (2015), stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.


Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai ketua pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat pusat terus melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi program, serta kegiatan percepatan penurunan stunting dengan seluruh pihak terkait. Salah satunya dengan mendorong Gerakan Penimbangan Bulanan Nasional Terintegrasi.


“Gerakan ini menjawab pilar kelima dalam Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo pada acara peluncuran Gerakan Penimbangan Bulanan Nasional Terintegrasi di Jakarta, Selasa (28/2/2023).


Program tersebut sesuai dengan lima pilar dalam Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.


Pilar pertama terkait dengan peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, serta pemerintah daerah. Kedua, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif di kementerian/lembaga, serta pemerintah daerah.


Keempat, peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat dalam rangka percepatan penurunan stunting. Kelima, tentang penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan juga inovasi.


“Gerakan Penimbangan Bulanan Nasional Terintegrasi sejalan dengan pilar kelima Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting,” ujar Kepala BKKBN.


Gerakan itu akan memanfaatkan posyandu sebagai bagian dari transformasi layanan primer kesehatan membantu tim pendamping keluarga (TPK) BKKBN agar mencegah stunting pada anak lebih optimal. Indonesia saat ini telah memiliki sekitar 300 ribu posyandu dan 10.000 puskesmas yang tersebar di seluruh penjuru negeri.


BKKBN mengerahkan sebanyak 600 ribu personel yang tergabung dalam 200 ribu TPK. Posyandu menjadi tempat untuk mendata semua pengukuran tumbuh kembang anak mulai dari berat badan hingga tinggi badannya.


Melalui posyandu, para TPK bisa memantau langsung kondisi kesehatan keluarga, di luar kunjungannya secara langsung dari rumah ke rumah di sekitar area perumahan warga sekitar. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, Gerakan Penimbangan Bulanan Nasional Terintegrasi merupakan bagian dari upaya untuk mendeteksi dini tanda-tanda stunting pada anak balita.


Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting di Indonesia pada 2022 turun menjadi 21,6 persen dari 24,4 persen pada 2021. "Pemerintah menargetkan prevalensi stunting diharapkan bisa turun menjadi 14 persen pada tahun 2024," ujar Menko Muhadjir.


Peran Generasi Muda


Pada kesempatan yang sama, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong meminta, generasi muda berperan aktif untuk mencegah stunting atau gangguan pertumbuhan pada anak, dengan mengikuti program penanggulangan stunting dari pemerintah dan meningkatkan literasi terkait masalah tersebut di berbagai media.


Dirjen IKP Kominfo menyatakan, pemerintah telah berkomitmen dalam penurunan stunting di Indonesia dengan merilis Instruksi Presiden (Inpres) terkait Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menargetkan penurunan prevalensi stunting jadi 14 persen pada 2024.


Untuk mencapai target tersebut, Presiden RI Joko Widodo menerbitkan PP 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan.


Regulasi itu akan menjadi pondasi pemerintah dalam membangun ekosistem dalam penanggulangan dan pencegahan stunting, yang di dalamnya diatur mengenai tugas kementerian dan lembaga masing-masing.


“Jadi kami ingin membangun sebuah ekosistem, ya katakanlah disebut pelembagaan institutionalization dalam konteks menanggulangi dan mencegah stunting. Inilah pentingnya kita berkolaborasi untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia di 2045,” jelas Usman Kansong.


Dirjen IKP menuturkan, faktor komunikasi menjadi pilar kedua dalam penanggulangan dan pencegahan stunting. Oleh karena itu, Kementerian Kominfo dipastikan serius dalam memberikan kontribusinya dalam program nasional itu, melalui dua cara, yakni edukasi masyarakat terkait ciri-ciri atau karakteristik stunting dan menyiapkan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk diseminasi informasinya.


Cara pertama, Kominfo menargetkan generasi muda, khususnya calon pengantin atau calon ibu untuk diberikan edukasi pencegahan stunting dengan menjaga kesehatan dan asupan gizinya. Edukasi tersebut bisa melalui media elektronik atau tatap muka dengan melibatkan BKKBN dan Kementerian Agama.


Adapun untuk infrastruktur TIK, Kementerian Kominfo dan BKKBN berkolaborasi mengembangkan aplikasi Elsimil atau Elektronik Siap Nikah dan Hamil.Red/Indonesia.go.id

PASANG IKLAN DI SINI