"Sejak awal pendiriannya, HKTI dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, serta mendorong sektor pertanian sebagai basis pembangunan nasional. Di usia pergerakannya yang persis setengah abad ini, HKTI ingin terus menunjukkan komitmennya untuk tidak pernah berhenti menyuarakan aspirasi petani Indonesia," ujar Fadli dalam rilis yang diterima. Dikutip Parlementaria, Jumat (28/4/2023).
Sebab, ungkap Politisi Fraksi Partai Gerindra ini, meskipun petani sering dipuji sebagai tulang punggung perekonomian kita, namun pada kenyataannya tingkat kesejahteraan petani Indonesia masih sangat rendah. Dalam sepuluh tahun terakhir, misalnya, baru pada tahun 2022 lalu Nilai Tukar Petani (NTP) bisa melampaui NTP tahun 2013.
Sebagai catatan, pada 2013 NTP ada di angka 104,92, sementara pada 2022 lalu NTP ada di angka 107,33. Artinya, dalam rentang 10 tahun terakhir, kecuali pada 2022 silam, level kesejahteraan petani kita konsisten berada di bawah level tahun 2013. Ini tentu saja menjadi kenyataan memprihatinkan.
"Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, kita perlu mendorong para petani bisa menciptakan nilai tambah. Namun, sebelum itu dilakukan, kebutuhan sarana dan prasarana pertanian untuk para petani harus tercukupi terlebih dahulu," tandas Fadli yang juga Ketua BKSAP DPR RI ini.
Nilai tambah, tutur Fadli, memang merupakan isu utama kesejahteraan petani. Dari sisi produksi, petani Indonesia ke depan tak boleh hanya mengerjakan pertanian di level on farm saja, namun harus juga menguasai off farm. Sementara, dari sisi sumber daya manusia, petani kita juga harus mampu mengembangkan diri menjadi seorang entrepreneur dalam bidang agribisnis.
"Selama ini kita memang luput membangun para entrepreneur, karena pemerintah kita lebih suka menggantungkan motor pembangunan di tangan para konglomerat. Padahal, kalau kita belajar dari pengalaman Korea Selatan, yang berhasil mentransformasi petaninya menjadi entrepreneur, para petani kita mungkin bisa semaju Korea Selatan," paparnya.
Persoalan itulah, sambungnya, yang mestinya mendorong Indonesia menerima gagasan pentingnya mentransformasikan petani kita menjadi seorang entrepreneur, atau tepatnya seorang agripreneur. Jika Indonesia berhasil mentranformasi petani menjadi pengusaha, maka tinggal selangkah lagi bisa menciptakan Samsung versi Indonesia, Hyundai versi Indonesia, atau LG versi Indonesia.
Entrepreneur, tukas Fadli, adalah pencipta kekayaan melalui inovasi. Posisi entrepreneur dinilainya jauh lebih strategis ketimbang pemilikan kekayaan alam. Sudah terbukti, ungkap Fadli, bangsa yang minim kekayaan alam, namun memiliki jumlah entrepreneur yang besar, bisa tumbuh menjadi negara industri maju.
"Itu sebabnya pembangunan ekonomi kita ke depan harus lebih memperhatikan manusia petani dan tranformasi petani menjadi entrepreneur. Meminjam pepatah Polandia, 'jika petani miskin, maka seluruh negeri juga akan jatuh miskin. Jika Indonesia tak ingin menjadi bangsa paria, maka yang pertama-tama harus ditolong adalah para petani kita. Petani adalah kunci kemakmuran negeri! Dirgahayu HKTI!" pungkasnya. (pun/aha)