Banyumas, Jendelaindo - Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) Mino Martani Purwokerto bersama Forum Anak Banyumas (Fanmas) menggelar Seminar Online Sexual Abuse Children (OSEAC),di Pendopo Si Panji Purwokerto. Rabu (17/05/2023).
Seminar tersebut, dibuka oleh Purwadi Santosa Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Kabupaten Banyumas yang diikuti puluhan pelajar SLTA dan Forum Anak Banyumas, bertujuan untuk menciptakan ruang aman bagi anak dari kejahatan pelecehan dan eksploitasi seksual anak secara online.
Lisa lndah Prasetyanti Ketua YSBS Mino Martani mengatakan, kegiatan seminar ini didukung sepenuhnya oleh Child Fund International yang konsen terhadap perlindungan anak.
Menurutnya media sosial ibarat pedang bermata dua, memberi manfaat tetapi sekaligus mengancam bagi anak-anak. Jika tidak disertai edukasi dan literasi digital yang kuat, mereka bisa menjadi korban kejahatan seksual secara daring.
"Hal tersebut, dipicu meningkatnya penggunaan internet dikalangan anak-anak, turut meningkatkan kerentanan anak terhadap kejahatan seksual," ujar Lisa.
Lisa menambah, seminar ini digelar sebagai bentuk keprihatinan kami terhadap penggunaan online secara tidak terbatas.
"Yang berdampak terhadap anak-anak, Termasuk didalamnya kejahatan seksual, perundungan online, victimisasi bahkan ada kejahatan seksual,” katanya
Ditandaskan Lisa,seminar tersebut bertujuan untuk mengedukasi agar anak - anak dapat berselancar secara aman, dapat menangkal hal - hal yang kurang baik dengan meningkatkan literasi digital.
"Anak-anak juga perlu terus didukung agar berani melawan dan melaporkan kasus kekerasan yang menimpanya," jelas Lisa.
Sementara Purwadi Santosa saat membacakan sambutan Bupati Banyumas Achmad Husein mengatakan, dunia maya kini menjadi bagian dari kehidupan manusia. Penggunaan dan akses ke internet semakin tidak terbatas dalam kehidupan sehari-hari.
"Sehingga anak-anak dan orang dewasa mempergunakan dunia maya sebagian besar aspek kehidupannya. Menurut perkiraan Unicef, sepertiga pengguna internet secara Global di dominasi oleh anak - anak di bawah 18 tahun," kata Purwadi Santosa.
Dia menambahkan, Fenomena maraknya digitalisasi ini juga patut diwaspadai dengan kesiapan masyarakat, beragam kegiatan yang dilakukan melalui media digital ini mengandung risiko yang tidak dapat dihindari.
"Misalnya, maraknya media sosial di kalangan generasi z mengundang oknum- oknum tertentu untuk melakukan penyimpangan dan tindakan kriminal,” ujarnya.
Dia menyebut, Internet yang juga memproklamirkan anonimitas penggunanya melahirkan beberapa perilaku negatif seperti cyber-bullying, cyber-attacks, pencurian identitas, penyebaran hoaks, dan berbagai penipuan lainnya.
"Dampak dari perilaku negatif pada dunia maya tersebut berbeda dengan di kehidupan nyata. Misalnya korban cyber-bullying tidak dapat melarikan diri dari kekejaman dunia virtual karena tidak terbatasnya ruang dan waktu," jelasnya.
Berbeda dengan bullying yang dilakukan pada dunia nyata, efeknya belum tentu terbawa ke lingkungan rumah. Akan tetapi banyak pihak yang belum menyadari bahwa isu-isu kejahatan di dunia maya ini sangat dekat dengan mereka.
"Bahkan beberapa pihak mungkin saja mereka tidak sadar telah melakukan sebuah penyimpangan dalam dunia digital," jelasnya.
Menurutnya, berdasarkan fakta yang ada, digital safety perlu diberikan perhatian lebih, mengingat perkembangan teknologi digital yang pesat dengan berbagai risiko dan ancaman pada dunia maya.
“Oleh sebab itu maka, kegiatan pada hari ini menjadi strategis. Karena pendidikan literasi digital untuk usia muda, karena paling rentan dalam mengkonsumsi media, diharapkan menjadi agen perubahan untuk mengatasi berbagai problema masyarakat digital," tandasnya.