Jakarta, Jendelaindo - Bagaimana tanggapan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Sungai Ciliwung, Jakarta, usai peresmian sodetan Ciliwung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Senin (31/7/2023)? Salah satunya adalah Urip Yanto, warga Kelurahan Bidara Cina, yang berharap kehadiran sodetan Ciliwung dapat mengurangi banjir di wilayahnya.
“Kalau warga memang mengharapkannya gimana supaya di wilayah Bidara Cina ini enggak terjadi banjir terus, tiap tahun selalu banjir. Dengan adanya sodetan ini mungkin mudah-mudahan bisa mengurangi banjir semuanya juga lebih bagus lagi. Buat di Ciliwung ini juga jangan terlalu meluap terus. Mudah-mudahan,” ujar pria yang telah tinggal di Bidara Cina sejak 1988.
Sodetan Ciliwung dibangun untuk mengalirkan sebagian debit banjir dari Sungai Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur (KBT). Tidak hanya sebagai pengendali banjir, kawasan tersebut juga dilengkapi sejumlah fasilitas umum seperti taman bermain, tempat kebugaran luar ruangan, toilet umum, plaza air mancur, hingga warung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Warga lainnya, Marwati dari Kelurahan Kebon Baru yang tinggal tepat di seberang sodetan Ciliwung mengaku senang dengan hadirnya fasilitas tersebut. Marwati menilai, infrastruktur dari sodetan tersebut juga bisa menjadi fasilitas bermain bagi anak-anak dan remaja sekitar.
Pembangunan sodetan Ciliwung berupa terowongan sepanjang 1.268 meter dengan dua jalur pipa masing-masing berdiameter 3,5 meter, berfungsi mengalirkan 60 m3/detik debit banjir dari Sungai Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur (KBT) dan Kali Cipinang. Proyek ini menelan biaya sekitar Rp1,2 triliun.
Proyek sodetan Ciliwung mulai dikerjakan pada 2013. Pada 2015, pembangunan sodetan Sungai Ciliwung telah tuntas sepanjang 650 meter. Kemudian dilanjutkan pada 2015--2017 dengan pembangunan permanen outlet dan perkuatan tebing Kali Cipinang.
Setelah sempat terhenti, Kementerian PUPR melanjutkan pekerjaan sodetan Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur pada 2021 sepanjang 580 meter, meliputi pembangunan terowongan ganda, bangunan permanen inlet dan outlet sodetan serta melanjutkan normalisasi Sungai Ciliwung dan Sungai Cipinang.
Pembangunan sodetan Ciliwung di Jakarta Timur ini setidaknya dapat mengatasi banjir di enam kelurahan sekitar Ciliwung, yakni Bidara Cina, Kebon Baru, Bukit Duri, Kampung Melayu, Manggarai, dan Kebon Manggis.
Presiden Jokowi menekankan bahwa penanganan banjir di Jakarta harus dilakukan secara komprehensif dari hulu hingga ke hilir. Penyelesaian masalah di hulu, pada penghujung 2022 Kepala Negara telah terlebih dahulu meresmikan Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi yang terletak di kawasan Bogor.
“Dengan selesainya sodetan Ciliwung ini juga menyelesaikan banjir Jakarta, baik tadi yang Bendungan Ciawi-Sukamahi. Sodetan Ciliwung, normalisasi Ciliwung Banjir Kanal Timur, itu bisa menyelesaikan baru kira-kira 62 persen dari persoalan banjir yang ada di Jakarta, artinya masih ada PR 38 persen,” ujarnya.
Presiden mengakui, upaya penanganan banjir Jakarta bukan hal yang mudah karena selain Sungai Ciliwung masih terdapat 12 sungai yang lain yang juga perlu ditangani secara baik, di antaranya Sungai Sunter, Sungai Cipinang, Sungai Baru Barat, Sungai Baru Timur, Sungai Mookervaart, dan Sungai Pesanggrahan. Selain itu, terdapat juga potensi banjir rob yang naik ke daratan Jakarta.
Riwayat Sungai Ciliwung memang tak lepas dari air bah. Kota Jakarta sudah beberapa kali diterjang oleh banjir besar yang menggenangi wilayah Jakarta, menyebabkan ribuan orang mengungsi dari rumahnya serta timbulnya korban jiwa. Aliran Ciliwung yang membelah jantung Kota Jakarta kerap tidak kuasa menahan luapan air dari hulu dan derasnya volume air hujan. Dari mulai era Batavia 1918, 1979, 1996, 2002, 2007, 2013, dan terakhir pergantian tahun 2019 ke 2020.
Seperti dilansir dari indonesiabaik.id, kala itu Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho (Alm) dalam 'Evaluasi dan Analisis Curah Hujan sebagai Faktor Penyebab Bencana Banjir Jakarta' menuliskan, saat terjadi banjir besar 1979 Kali Ciliwung mencapai debit puncaknya, yakni 743 meter kubik per detik. Lalu pada periode 9–11 Februari 1996, banjir yang jauh lebih luas genangannya terjadi. Ini akibat seluruh sistem prasarana drainase yang buruk. Saat itu banjir merendam Jakarta hingga setinggi 7 meter. Korban mencapai 20 jiwa.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan, sodetan Ciliwung ini dapat mengurangi area terdampak banjir seluas 107 hektare. Nanti dengan beroperasinya pompa air Sentiong dan normalisasi Ciliwung, maka risiko kawasan yang tergenang banjir bisa lebih berkurang lagi. Diharapkan proyek normalisasi Ciliwung akan selesai pada akhir 2024.
Tentunya, normalisasi Sungai Ciliwung sebagai upaya pengendalian banjir tidak hanya sekedar melebarkan Daerah Aliran Sungai (DAS) serta pencegahan longsor, perlu pula terjadi perubahan budaya masyarakat pinggir Ciliwung agar menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah. Melibatkan masyarakat dalam penghijauan sempadan sungai serta menjaga habitat fauna sungai.Sumber: Indonesia.go.id