Aceh, Jendelaindo - Kabar adanya dugaan intimidasi pengawal Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Firli Bahuri, terhadap kinerja wartawan saat melakukan kunjungan kerjanya di Aceh menjadi sorotan publik.
Insiden ini mengejutkan banyak pihak, dan menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen Pemerintahan dalam menjaga kebebasan pers.
Intimidasi terhadap wartawan merupakan ancaman bagi kebebasan berpendapat, terutama kebebasan menyampaikan berita secara objektif dan transparan kepada masyarakat.
Dikutip dari Detiknews yang berjudul "Wartawan Diduga Diintimidasi Saat Firli di Aceh, Dewan Pers Turun Tangan, menurut Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Yadi Hendriana kepada wartawan, "Upaya menghalang-halangi pers dalam bekerja jelas merupakan tindakan intimidasi dan melanggar UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, apalagi ini disertai dengan tindakan menghapus video/foto yang dilakukan pengawal, ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU Pers Pasal 18 ayat 1. Jumat (10/11/2023).
Keinginan jurnalis untuk mewawancarai Firli adalah hal wajar karena Firli merupakan pejabat negara. Dia mengatakan seharusnya pihak Firli bisa menyampaikan secara baik apabila agenda yang dihadiri Firli bersifat tertutup." Tegas Yadi.
"Dalam peristiwa ini, Dewan Pers memahami dan wajar jika rekan-rekan jurnalis meliput kegiatan Ketua KPK sebagai pejabat negara, dan bisa ada komunikasi yang baik jika memang kegiatan tersebut tertutup untuk wartawan," ujarnya.
Dewan Pers, kata Yadi, akan berkoordinasi dengan Polri terkait persoalan tersebut. Dia meminta semua pihak untuk menghormati kerja jurnalis karena dilindungi oleh Undang-Undang (UU).
"Dewan Pers mendukung upaya yang dilakukan tiga organisasi wartawan (AJI, IJTI dan PWI) di Aceh yang melakukan protes langsung atas intimidasi ini. Dewan Pers juga akan meminta Satgas Anti Kekerasan terhadap Pers untuk mengawal kasus ini, dan berkoordinasi dengan Polri" ucapnya.
"Dewan Pers meminta kepada siapapun harus menghormati kerja jurnalis karena memang di lindung Undang undang, juga meminta kepada seluruh jurnalis untuk berpegang teguh kepada kode etik dalam bekerja" lanjutnya.
Wartawan di Aceh Diduga Diintimidasi Pengawal Firli.
Dua wartawan di Banda Aceh diduga diintimidasi pengawal Firli Bahuri. Intimidasi itu terjadi saat Firli berkunjung ke Sekretariat Bersama (Sekber) Jurnalis atau markas wartawan di Tanah Rencong.
Firli datang ke Sekber di Jalan STA Mahmudsyah, Banda Aceh, pada Kamis (10/11) malam. Dia hadir bersama pengurus Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) wilayah Aceh untuk makan durian bersama.
Informasi kedatangan Firli di Sekber menyebar di grup wartawan. Beberapa jurnalis datang ke lokasi untuk melakukan peliputan.
Seorang wartawan KompasTV dan Kompas.com, Raja Umar, mengatakan, begitu tiba di lokasi, dirinya memakai ID card dan mengeluarkan kamera dari tas, lalu menghampiri Firli untuk meminta izin wawancara. Umar mengatakan dirinya sudah memperkenalkan diri sebagai wartawan dan asal media.
KPK kemudian buka suara soal dugaan pengawal Firli melakukan intimidasi kepada dua wartawan di Banda Aceh. KPK mengecam tindakan yang menghambat kebebasan pers.
"Yang pasti, tidak boleh kalau memang betul ada intimidasi pada teman-teman jurnalis. Karena kami sangat yakin pada kebebasan pers untuk teman-teman dapat informasi dan disampaikan kepada masyarakat," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/11).
Ali mengatakan pihaknya masih harus memastikan sosok pengawal Firli yang diduga melakukan intimidasi kepada wartawan di Aceh. Ali belum memastikan apakah pelaku tercatat sebagai pegawai KPK atau bukan.***